Pengkajian neurologi lengkap sangat diperlukan
untuk menentukan masalah/diagnosa pada klien. Pengkajian dapat dilakukan
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan pada sistem neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran,
rangsang neurologis, fungsi syaraf otak, sistem motorik, sistem sensorik,
refleks, dan pemeriksaan status mental.
A. Anamnesa
Pengkajian menggunakan metode
wawancara untuk mendapatkan data subjektif dan pengkajian fisik untuk
mendapatkan data objektif.
Anamnesis dapat dilakukan
dengan allo (melalui orang lain, seperti keluarga atau orang terdekat klien)
dan auto (anamnesa langsung dengan klien). Anamnesis meliputi:
1. Data statistik klien: nama, jenis kelamin,
umur, tempat/ tanggal lahir, alamat, status perkawinan, pekerjaan suku bangsa,
agama, kinan/ kidal
2.
Pengkajian status kesadaran
Tingkat kesadaran dapat ditentukan
berdasarkan respon klien terhadap rangsang nyeri, taktil, verbal dan visual.
Ada beberapa perubahan patologi tingkat kesadaran, yaitu:
a. Koma.
Pada kondisi koma klien tidak
respon terhadap rangsangan. Lumbantobing (2005) membedakan kondisi koma ringan
(semikoma) dan koma (koma dalam atau komplit). Pada semi-koma tidak ada respon
terhadap rangsang verbal, tetapi refleks (pupil, kornea) masih baik. Respon
timbul akibat rangsang nyeri. Pada Kondisi koma tidak terlihat gerakan spontan,
tidak ada respon sama sekali terhadap rangsang apapun.
b. Sopor (stupor)
Pada kondisi ini klien berada
pada kondisi kantuk dalam, penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat tetapi kesadarannya segera menurun kembali. Somnolen (letargi/obtundasi)
yaitu keadaan klien dengan rangsangan akan menimbulkan respon motorik dan
verbal. Klien mudah dibangunkan dengan memberikan rangsangan tapi dapat kembali
tertidur ketika rangsangan dihentikan.
c. Konfusi.
Pada kondisi ini klien tampak bengong, respon psikologik lambat, dan jawaban
pertanyaan (verbal) sering kacau
d. Delirium
Penderita delirium menunjukkan
penurunan kesadaran disertai peningkatan aktivitas motorik yang abnormal serta
terganggunya siklus tidur-bangun. Pada kondisi ini klien tampak gaduh, gelisah,
kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motorik meningkat, meronta-ronta.
Penyebab delirium antar lain: kurang tidur, gangguan metabolik toksik, sindrom
putus alkohol, dan lain-lain.
e. Apatis.
Klien dengan apatis terlihat acuh tak acuh dan malas kontak dengan sekitarnya.
Pemeriksaan tingkat kesadaran
secara kuantitatif dapat dilakukan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS),
yaitu pemeriksaan status kesadaran dengan menilai gerakan membuka mata (Eye
movement: E), kemampuan berbicara (verbal: V), dan gerakan motorik (M). Hal
yang perlu diperhatikan ketika menilai dengan GCS adalah apabila karena ada
suatu kelainan sehingga mempengaruhi penilaian, maka komponen tersebut tidak
perlu dinilai, misal pada klien dengan afasia maka kemampuan verbalnya tidak
dapat dinilai, sedangkan jika terjadi kelumpuhan maka untuk penilaian kemampuan
gerak yang digunakan adalah anggota gerak yang sehat. Disamping itu, ketika ada
satu komponen yang tidak bisa dinilai maka hasilnya juga tidak bisa
dijumlahkan, sehingga pada saat dokumentasi dituliskan sesuai kondisi kliennya
tanpa perlu menyebutkan hasil penjumlahannya. Kriteria penilaian GCS adalah
sebagai berikut.
Membuka mata (E)
4 : membuka mata spontan
3: membuka dengan rangsangan
perintah/ verbal
2 : membuka dengan rangsangan
nyeri
1 : tidak dapat membuka mata
Bicara (V)
5 : orientasi baik, normal
4 : disorientasi/bingung,
kata-kata baik
3 : kalimat dan kata-kata
tidak tepat
2 : meracau, kata-kata tidak
dimengerti
1 : tidak respon
6 : dapat
melakukan gerakan sesuai perintah
5 : dapat
mengetahui arah datangnya rangsangan (lokalisasi), menunjukkan lokasi nyeri
4 : dapat
menghindari rangsangan (gerakan menarik saat diberi rangsang nyeri)
3 :
abnormal fleksi (dekortikasi) bila dirangsang
2 :
ekstensi (decerebrasi) bila dirangsang
1 : tidak
respon
3.
Pengkajian keluhan utama
Untuk mengetahui keluhan utama klien tanyakan onset (waktu serangan),
karakteristik, keparahan, lokasi dan penjalarannya, factor pencetus dan
pengurang, gejala yang berhubungan, catat waktu dan riwayat kejadian,
pengobatan yang telah diberikan dan bagaimana hasilnya.
4. Riwayat kesehatan sekarang meliputi: kebas, kesemutan,
masalah dengan koordinasi atau keseimbangan, atau kehilangan gerak pada salah
satu sendi gerak.
Tanyakan kepada klien terkait adanya riwayat kesulitan bicara, melihat,
mendengar, merasakan, atau mengecap.
Kaji juga terkait memori,
perasaan, perubahan pola tidur, kemampuan melakukan perawatan diri, aktivitas
seksual, dan berat badan.
Kaji riwayat pengobatan, jika
menggunakan obat-obatan bebas kaji mengenai jenis dan lama pemakaian
(frekuensi).
5. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan riwayat kejang,
fainting, dizziness, sakit kepala, dan berbagai trauma, tumor, atau pembedahan
otak, medulla spinalis, dan syaraf.
Kaji riwayat penyakit yang
terkait sistem syaraf, seperti: penyakit jantung, stroke, anemia pernisiosa,
sinusitis, penyakit hepar, dan ginjal.
6. Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga terkait
riwayat penyakit syaraf, DM, hipertensi, kejang, atau masalah kesehatan mental.
- Kaji
riwayat psikososial terkait pekerjaan, hobi, nutrisi, dan lain-lain.
Anamnesa juga dapat dilakukan
dengan allo anamnesa untuk mengetahui adanya riwayat klien terkait
(Lumbantobing, 2005):
- Trauma
kepala
- Gangguan
konvulsif (kejang), epilepsi
- Diabetes
mellitus
- Penyakit
ginjal, hati, jantung, paru
- Perubahan
suasana hati (mood), tingkah laku, pikiran, depresi.
- Penggunaan
obat, penyalahgunaan zat
- Alergi,
gigitan serangga, syok anafilaktik
- Gejala
kelumpuhan, demensia, gangguan fungsi luhur
- Penyakit
terdahulu yang berat serta riwayat hospitalisasi.