Florence Nightingale

I attributr my success to this - I never gave or took any excuse.

Florence Nightingale

Florence Nightingale's Environmental Theory

Madeleine Leininger

Madeleine Leininger's Transcultural Nursing Theory

Dr. Jean Watson

Dr. Jean Watson's Theory of Human Caring

Virginia Henderson

Virginia Henderson's Nursing Need Theory

Rabu, 05 September 2018

PENGKAJIAN NEUROLOGI


Pengkajian neurologi lengkap sangat diperlukan untuk menentukan masalah/diagnosa pada klien. Pengkajian dapat dilakukan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan pada sistem neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran, rangsang neurologis, fungsi syaraf otak, sistem motorik, sistem sensorik, refleks, dan pemeriksaan status mental.

A.    Anamnesa
Pengkajian menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan data subjektif dan pengkajian fisik untuk mendapatkan data objektif.
Anamnesis dapat dilakukan dengan allo (melalui orang lain, seperti keluarga atau orang terdekat klien) dan auto (anamnesa langsung dengan klien). Anamnesis meliputi:
1.  Data statistik klien: nama, jenis kelamin, umur, tempat/ tanggal lahir, alamat, status perkawinan, pekerjaan suku bangsa, agama, kinan/ kidal
2.      Pengkajian status kesadaran
Tingkat kesadaran dapat ditentukan berdasarkan respon klien terhadap rangsang nyeri, taktil, verbal dan visual. Ada beberapa perubahan patologi tingkat kesadaran, yaitu:
a. Koma.
Pada kondisi koma klien tidak respon terhadap rangsangan. Lumbantobing (2005) membedakan kondisi koma ringan (semikoma) dan koma (koma dalam atau komplit). Pada semi-koma tidak ada respon terhadap rangsang verbal, tetapi refleks (pupil, kornea) masih baik. Respon timbul akibat rangsang nyeri. Pada Kondisi koma tidak terlihat gerakan spontan, tidak ada respon sama sekali terhadap rangsang apapun.
b. Sopor (stupor)
Pada kondisi ini klien berada pada kondisi kantuk dalam, penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat tetapi kesadarannya segera menurun kembali. Somnolen (letargi/obtundasi) yaitu keadaan klien dengan rangsangan akan menimbulkan respon motorik dan verbal. Klien mudah dibangunkan dengan memberikan rangsangan tapi dapat kembali tertidur ketika rangsangan dihentikan.
c. Konfusi. Pada kondisi ini klien tampak bengong, respon psikologik lambat, dan jawaban pertanyaan (verbal) sering kacau
d. Delirium
Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan aktivitas motorik yang abnormal serta terganggunya siklus tidur-bangun. Pada kondisi ini klien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motorik meningkat, meronta-ronta. Penyebab delirium antar lain: kurang tidur, gangguan metabolik toksik, sindrom putus alkohol, dan lain-lain. 
e. Apatis. Klien dengan apatis terlihat acuh tak acuh dan malas kontak dengan sekitarnya.

Pemeriksaan tingkat kesadaran secara kuantitatif dapat dilakukan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu pemeriksaan status kesadaran dengan menilai gerakan membuka mata (Eye movement: E), kemampuan berbicara (verbal: V), dan gerakan motorik (M). Hal yang perlu diperhatikan ketika menilai dengan GCS adalah apabila karena ada suatu kelainan sehingga mempengaruhi penilaian, maka komponen tersebut tidak perlu dinilai, misal pada klien dengan afasia maka kemampuan verbalnya tidak dapat dinilai, sedangkan jika terjadi kelumpuhan maka untuk penilaian kemampuan gerak yang digunakan adalah anggota gerak yang sehat. Disamping itu, ketika ada satu komponen yang tidak bisa dinilai maka hasilnya juga tidak bisa dijumlahkan, sehingga pada saat dokumentasi dituliskan sesuai kondisi kliennya tanpa perlu menyebutkan hasil penjumlahannya. Kriteria penilaian GCS adalah sebagai berikut.

Membuka mata (E)
4 : membuka mata spontan 
3: membuka dengan rangsangan perintah/ verbal
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak dapat membuka mata

Bicara (V)
5 : orientasi baik, normal
4 : disorientasi/bingung, kata-kata baik
3 : kalimat dan kata-kata tidak tepat
2 : meracau, kata-kata tidak dimengerti
1 : tidak respon

 Motorik (M)
6 : dapat melakukan gerakan sesuai perintah
5 : dapat mengetahui arah datangnya rangsangan (lokalisasi), menunjukkan lokasi nyeri
4 : dapat menghindari rangsangan (gerakan menarik saat diberi rangsang nyeri)
3 : abnormal fleksi (dekortikasi) bila dirangsang
2 : ekstensi (decerebrasi) bila dirangsang
1 : tidak respon

3.      Pengkajian keluhan utama
Untuk mengetahui keluhan utama klien tanyakan onset (waktu serangan), karakteristik, keparahan, lokasi dan penjalarannya, factor pencetus dan pengurang, gejala yang berhubungan, catat waktu dan riwayat kejadian, pengobatan yang telah diberikan dan bagaimana hasilnya.
4.  Riwayat kesehatan sekarang meliputi: kebas, kesemutan, masalah dengan koordinasi atau keseimbangan, atau kehilangan gerak pada salah satu sendi gerak.
Tanyakan kepada klien terkait adanya riwayat kesulitan bicara, melihat, mendengar, merasakan, atau mengecap.
Kaji juga terkait memori, perasaan, perubahan pola tidur, kemampuan melakukan perawatan diri, aktivitas seksual, dan berat badan.
Kaji riwayat pengobatan, jika menggunakan obat-obatan bebas kaji mengenai jenis dan lama pemakaian (frekuensi).
5.   Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan riwayat kejang, fainting, dizziness, sakit kepala, dan berbagai trauma, tumor, atau pembedahan otak, medulla spinalis, dan syaraf.
Kaji riwayat penyakit yang terkait sistem syaraf, seperti: penyakit jantung, stroke, anemia pernisiosa, sinusitis, penyakit hepar, dan ginjal.
6.   Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga terkait riwayat penyakit syaraf, DM, hipertensi, kejang, atau masalah kesehatan mental.
  1.   Kaji riwayat psikososial terkait pekerjaan, hobi, nutrisi, dan lain-lain.

Anamnesa juga dapat dilakukan dengan allo anamnesa untuk mengetahui adanya riwayat klien terkait (Lumbantobing, 2005):
  1. Trauma kepala
  2. Gangguan konvulsif (kejang), epilepsi
  3. Diabetes mellitus
  4. Penyakit ginjal, hati, jantung, paru
  5. Perubahan suasana hati (mood), tingkah laku, pikiran, depresi.
  6. Penggunaan obat, penyalahgunaan zat
  7. Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik
  8. Gejala kelumpuhan, demensia, gangguan fungsi luhur
  9. Penyakit terdahulu yang berat serta riwayat hospitalisasi.

Share:

Jumat, 18 Agustus 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENGUKUR SUHU TUBUH PADA ANAL/ANUS

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) 
MENGUKUR SUHU TUBUH PADA ANAL / ANUS

A. Definisi
Suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur suhu tubuh yang dilaksanakan dengan meletakkan alat pengukur / termometer di anus.

Hasil gambar untuk TERMOMETER ANUS


B. Tujuan
Mendeteksi suhu tubuh klien.

C. Indikasi
1.  Semua klien baru,
2.  Klien dengan keadaan demam (suhu tubuh ≥ 37,5°C).

D. Persiapan Alat
1.   Termometer air raksa,
2.   Larutan disinfektan dalam botol / gelas,
3.   Larutan sabun dalam botol / gelas,
4.   Air bersih dingin dalam botol / gelas,
5.   Jelly
6.   Kassa kering / tisu dalam tempatnya,
7.   Lab /  handuk tempat kotor,
8.   Bengkok,
9.   Buku catatan dan alat tulis.

E. Pengkajian
1.   Diagnosa medis,
2.   Catatan suhu sebelumnya.

F.   Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan penyakit / trauma / peningkatan / dehidrasi.

G.  Perencanaan
Persiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.

H.  Implementasi
  1. Mengidentifikasi identitas pasien.
  2. Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan suhu pada klien dan keluarga.
  3. Menjaga privacy klien dengan memasang penghalang atau menutup pintu.
  4. Mencuci tangan.
  5. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
  6. Menurunkan air raksa di dalam termometer sampai ≤ 35oC.
  7. Meminta / membantu pasien membuka celana pada daerah pantat.
  8. Membuka pantat sampai anus tampak.
  9. Membersihkan daerah anus dengan tisu / kassa.
  10. Mengolesi ujung termometer dengan jelly.
  11. Memasukkan termometer ke dalam anus sedalam 1-3 menit.
  12. Membiarkan dan memegangi termometer di anus selama 2-5 menit.
  13. Mengambil termometer dari anus klien dan membaca angka pada air raksa termometer.
  14. Mencatat hasil pada buku catatan.
  15. Menurunkan air raksa di dalam termometer sampai ≤ 35 oC.
  16. Memasukkan termometer ke dalam larutan disinfektan.
  17. Merapikan kembali pakaian pasien dan memposisikan klien pada posisi yang nyaman.
  18. Membilas termometer dengan kassa / tisu yang dibasahi larutan sabun.
  19. Membuang kassa / tisu ke bengkok.
  20. Mencelupkan termometer ke dalam air bersih
  21. Mengeringkan termometer dengan kassa / tissue kering.
  22. Membuang kassa / tisu ke bengkok.
  23. Mengembalikan alat-alat ke tempat semula.
  24. Mencuci tangan.
  25. Evaluasi dan dokumentasi.


I.   Evaluasi
Observasi suhu dan kenyamanan klien setelah tindakan.

J.   Dokumentasi

Hasil pemeriksaan suhu klien.
Share:

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENGUKUR SUHU TUBUH PADA ORAL / MULUT

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) 
MENGUKUR SUHU TUBUH PADA ORAL / MULUT


A. Definisi
Suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur suhu tubuh yang dilaksanakan dengan meletakkan alat pengukur / termometer dibawah lidah.

Gambar terkait

B. Tujuan
Mendeteksi suhu tubuh klien.

C. Indikasi
1. Semua klien baru,
2. Klien dengan keadaan demam (suhu tubuh ≥ 37,5°C).

D. Persiapan Alat
1. Termometer air raksa,
2. Larutan disinfektan dalam botol / gelas,
3. Larutan sabun dalam botol / gelas,
4. Air bersih dingin dalam botol / gelas,
5. Kassa kering / tisu dalam tempatnya,
6. Lab / handuk tempat kotor,
7. Bengkok,
8. Buku catatan dan alat tulis.

E. Pengkajian
1. Diagnosa medis,
2. Catatan suhu sebelumnya.

F. Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan penyakit / trauma / peningkatan / dehidrasi.

G. Perencanaan
Persiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.

H. Implementasi

  1. Mengidentifikasi identitas pasien.
  2. Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan suhu pada klien dan keluarga.
  3. Menjaga privacy klien dengan memasang penghalang atau menutup pintu.
  4. Mencuci tangan.
  5. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
  6. Menurunkan air raksa di dalam termometer sampai ≤ 35oC
  7. Meminta / membantu pasien membuka mulut dan menekuk lidah.
  8. Memasang ujung termometer di bawah lidah pasien dan pangkal termometer di sudut bibir.
  9. Sarankan pasien menutup bibir selama 3-5 menit.
  10. Meminta / membantu pasien membuka mulut.
  11. Mengambil termometer dari mulut klien dan membaca tinggi angka pada air raksa termometer kemudian mencatat hasil pada buku catatan.
  12. Membersihkan termometer dengan kassa / tisu dari pangkal ke arah ujung
  13. Menurunkan air raksa di dalam termometer sampai  ≤  35 derajat C
  14. Memasukkan termometer ke dalam larutan disinfektan.
  15. Merapikan kembali pakaian pasien dan memposisikan klien pada posisi yang nyaman.
  16. Membilas termometer dengan kassa / tisu yang dibasahi larutan sabun.
  17. Membuang kassa / tisu ke bengkok.
  18. Mencelupkan termometer ke dalam air bersih.
  19. Mengeringkan termometer dengan kassa / tissue kering.
  20. Membuang kassa / tisu ke bengkok.
  21. Mengembalikan alat-alat ke tempat semula.
  22. Mencuci tangan.
  23. Evaluasi dan dokumentasi.


I. Evaluasi
Observasi suhu dan kenyamanan klien setelah tindakan.

J. Dokumentasi
Hasil pemeriksaan suhu klien

Share:

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENGUKUR SUHU TUBUH PADA AKSILA / KETIAK

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) 
MENGUKUR SUHU TUBUH PADA AKSILA / KETIAK

A. Definisi

Suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur suhu tubuh yang dilaksanakan dengan meletakkan alat pengukur atau termometer air raksa. Termometer air raksa adalah termometer cairan yang menggunakan air raksa sebagai pengisinya. Termometer air raksa sering disebut termometer maksimum karena dapat mengukur suhu yang sangat tinggi. Jika suhu panas, air raksa akan memuai sehingga kita akan melihat air raksa pada tabung kaca naik. Ketika suhu turun, air raksa akan tetap berada pada posisi ketika suhu panas. Hal itu disebabkan adanya konstraksi yang menghambat air raksa untuk kembali ke keadaan semula. Oleh karena itu, untuk mengembalikan air raksa ke posisi dasar, kita harus mengibas-ngibaskan termometer ini dengan kuat.
Hasil gambar untuk TERMOMETER RAKSA

Gambar 1. Termometer air raksa.


Mengukur Suhu Badan pada Aksila

A. Definisi

Suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur suhu tubuh yang dilaksanakan dengan meletakkan alat pengukur atau termometer dibawah ketiak.

B.  Tujuan
Mendekteksi suhu tubuh klien.

C. Indikasi
1. Semua klien baru,
2. Klien dengan keadaan demam (suhu tubuh ≥ 37,5°C).

D. Persiapan Alat
1. Termometer air raksa,
2. Larutan disinfektan dalam botol / gelas,
3. Larutan sabun dalam botol / gelas,
4. Air bersih dingin dalam botol / gelas,
5. Kassa kering / tisu dalam tempatnya,
6. Lab / handuk tempat kotor,
7. Bengkok, dan
8. Buku catatan dan alat tulis.

E. Pengkajian
1. Diagnosa medis,
2. Catatan suhu sebelumnya.

F. Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan penyakit / trauma / peningkatan / dehidrasi.

G.   Perencanaan
Persiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.

H. Implementasi
1. Mengidentifikasi identitas pasien.
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan suhu pada klien dan keluarga.
3. Menjaga privacy klien dengan memasang penghalang atau menutup pintu.
4. Mencuci tangan.
5. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
6. Menurunkan air raksa di dalam termometer sampai ≤ 35 C.
7. Meminta atau membantu pasien membuka pakaian pada daerah ketiak.
8. Mengeringkan ketiak klien dengan handuk.
9. Memasang termometer pada ketiak klien.
10. Menutup lengan atas dan menyilangkan lengan bawah di dada.
11. Membiarkan termometer di ketiak selama 5-8 menit.
12. Mengambil termometer dari ketiak klien dan membaca tinggi angka pada air raksa termometer.
13. Mencatat hasil pada buku catatan.
14. Menurunkan air raksa di dalam termometer sampai ≤  35 derajat.
15. Memasukkan termometer ke dalam larutan disinfektan.
16. Merapikan kembali pakaian pasien dan memposisikan klien pada posisi yang nyaman.
17. Membilas termometer dengan kassa / tisu yang dibasahi larutan sabun.
18. Membuang kassa / tisu ke bengkok.
19. Mencelupkan termometer ke dalam air bersih.
20. Mengeringkan termometer dengan kassa / tissue kering.
21. Membuang kassa / tisu ke bengkok.
22. Mengembalikan alat-alat ke tempat semula.
23. Mencuci tangan.
24. Evaluasi dan dokumentasi.

I. Evaluasi
Observasi suhu dan kenyamanan klien setelah tindakan.

J. Dokumentasi
Hasil pemeriksaan suhu klien.
Share:

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMASANG DAN MELEPAS SARUNG TANGAN STERIL

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
MEMASANG DAN MELEPAS SARUNG TANGAN STERIL


A. Definisi
Sarung tangan merupakan salah satu bentuk APD (Alat pelindung diri) saat akan melakukan tindakan keperawatan.

B. Tujuan 

  1. Memberikan perlindungan tambahan terhadap adanya kemungkinan perpindahan kotoran dan organisme yang menempel dari tangan, dan 
  2. Sebagai pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi nosokomial. 

MEMASANG SARUNG TANGAN STERIL

C. Persiapan Alat 
Trolley yang berisi:

  1. Sarung tangan steril sesuai ukuran (yang masih terbungkus atau re-use yang sudah disterilkan), 
  2. Tromol kecil atau baki instrumen steril, 
  3. Korentang. 

D. Implementasi 

  1. Siapkan peralatan. 
  2. Meletakkan set sarung tangan steril pada trolley yang bersih dan kering setinggi atau di atas pinggang. 
  3. Mencuci tangan dan keringkan. 
  4. Untuk sarung tangan steril yang masih terbungkus: Membuka pembungkus sebelah luar dengan hati-hati dengan hanya menyentuh bagian luarnya saja. Untuk sarung tangan steril re-use yang sudah disterilkan: Buka tutup tromol atau baki instrumen, kemudian ambil sarung tangan steril dengan menggunakan korentang. 
  5. Dengan menggunakan tangan yang tidak dominan, ambil ujung sarung tangan steril yang terlipat (untuk sarung tangan re-use steril pegang bagian dalam dari sarung tangan) dan angkat dengan hati-hati dengan ujung jari sarung tangan mengarah ke bawah. 
  6. Jaga kesterilan dengan menghindarkan sarung tangan bersentuhan dengan benda yang tidak steril.
  7. Memasukkan jari-jari tangan ke dalam sarung tangan sesuai tempatnya. Mengatur dan merapikan sarung tangan yang terpasang dengan hanya menyentuh daerah yang steril saja
  8. Dengan tangan dominan yang sudah bersarung tangan masukkan jari-jari tangan (kecuali ibu jari) ke dalam lipatan sarung tangan yang belum terpasang secara hati-hati dan ambil sarung tangan tersebut dengan mengangkat ke atas. Lakukan prosedur pemasangan sama dengan prosedur no. 5.

MELEPAS SARUNG TANGAN STERIL

E. Persiapan Alat 
Trolley yang berisi: 

  1. Ember atau kom yang berisi larutan clorin 0,5%. 
  2. Tempat sampah infeksius. 


F. Implementasi 

  1. Sebelum membuka sarung tangan, apabila sarung tangan yang dikenakan adalah sarung tangan yang akan disterilkan ulang, perhatikan apabila sarung tangan terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien maka celupkan terlebih dahulu kedua tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan clorin dan bersihkan dengan membasuh kedua tangan tersebut dengan larutan klorin hingga benar-benar bersih. 
  2. Dengan menggunakan tangan yang dominan, ambil ujung sarung tangan yang lain dengan cara membalikkannya, dengan daerah yang terkontaminasi pada sebelah dalam. 
  3. Pegang sarung tangan yang sudah terlepas pada tangan yang dominan. 
  4. Memasukkan jari tangan yang sudah tidak menggunakan sarung tangan ke dalam sarung tangan yang masih terpasang. 
  5. Pegang bagian dalam sarung tangan dan lepaskan dengan bagian dalam sarung tangan disebelah luar. 
  6. Masukkan kembali sarung tangan ke dalam ember berisi larutan clorin atau bila tidak dipergunakan lagi buang langsung ke dalam tempat sampah infeksius. 
  7. Mencuci tangan dan keringkan.




Hasil gambar untuk PUT steril handscoon
Share:

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) CUCI TANGAN BERSIH

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
CUCI TANGAN BERSIH


A. Definisi
Menggosok dengan sabun secara bersama seluruh permukaan kulit tangan yang kemudian dibilas di bawah air mengalir.

B. Tujuan 

  1. Membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan. 
  2. Sebagai pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi. 

C. Persiapan Alat 

  1. Sabun cair biasa atau sabun antimikrobial atau cairan desinfektan lain,
  2. Wastafel (kran air mengalir), 
  3. Lap tangan atau mesin pengering (bila tersedia).
D. Implementasi
  1. Lepaskan jam tangan dan perhiasan. 
  2. Gulung lengan panjang ke atas sampai ke atas siku. 
  3. Berdiri di depan wastafel dan atur jarak. Pakaian tidak boleh menyentuh wastafel. 
  4. Membuka kran, mengatur kecepatan aliran air. Hindari percikan air mengenai pakaian. Membasahi tangan sampai pergelangan. 
  5. Pertahankan agar posisi tangan selalu lebih rendah dari siku agar air dapat mengalir ke jari-jari tangan. 
  6. Mengambil sabun cair ± 1 sdt (secukupnya) dari dispenser atau bila tidak ada basahi sabun batangan hingga berbusa lalu kembalikan sabun batangan ke tempatnya. 
  7. Dengan gerakan menggosok dan berputar, gosokkan sabun ke tangan meliputi daerah telapak tangan, punggung tangan, jari-jari, sela-sela jari, pergelangan dan lengan bawah. Lanjutkan gerakan menggosok selama minimal 30 detik. 
  8. Membilas tangan dengan air mengalir dari ujung tangan ke pangkal tangan. 
  9. Mempertahankan posisi tangan menghadap ke atas sebelum mengeringkan tangan. 
  10. Mengeringkan tangan dari ujung ke pangkal dengan menggunakan lap tangan atau tisu (paper towel) atau pengering. Perhatikan: bila mengeringkan tangan dengan handuk, satu sisi untuk satu tangan! 
  11. Mematikan kran air dengan menggunakan tisu yang dipakai untuk mengeringkan tangan atau dengan siku.
Hasil gambar untuk CUCI TANGAN BERSIH
Share:

PageViews

Followers

GET IN TOUCH

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.